Dewan Ekonomi dan Sosial Segmen Urusan Kemanusiaan Economic and Social Council Humanitarian Affairs Segment (ECOSOC HAS)

Diterbitkan pada | Senin, 03 Agustus 2020

Pada 11 April 2019, tema yang disepakati untuk Forum ECOSOC HAS 2019 adalah “Mempromosikan tindakan menyelamatkan jiwa, menjangkau mereka yang membutuhkan, dan mengurangi resiko, kerentanan, dan kebutuhan kemanusiaan: menuju peringatan 70th Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949 dan KTT Iklim yang didorong oleh Sekretaris Jenderal”.

Segmen Urusan Kemanusiaan akan diadakan pada 24-26 Juni di Palais des Nations (PBB) di Genewa. Sejak 1998, Segmen ini telah menjadi platform penting untuk membahas isu-isu terkait penguatan koordinasi dan efektivitas bantuan kemanusiaan PBB, termasuk menilai kemajuan, dan mengidentifikasi masalah yang muncul, hambatan, dan tantangan. Kegiatan dalam Segmen Urusan Kemanusiaan ini akan meliputi Debat Umum (General Debate), termasuk resolusi tahunan ECOSOC Kemanusiaan (Humanitarian), dua panel interaktif tingkat tinggi (High Level Panels), dan sekitar 15 Side Events.

ActionAid Internasional bersama YAPPIKA-ActionAid, yang diwakili oleh Indira Hapsari – Staf Divisi Program dan peneliti dalam riset mengenai kepemimpinan perempuan dalam respon kemanusiaan di Sulawesi Tengah, mengelola sebuah Side Event yang berjudul “Membuat Persamaan Gender Menjadi Nyata: Dari Standart ke Transformasi” (Making Gender Equality a Reality: From Stansdarts to Transformation). Dalam side even ini, ActionAid Internasional, ActionAid UK, dan YAA menyampaikan temuan awal riset yang disusun dalam dokumen berjudul Eksplorasi Feminis dalam Pelokalan yang Dipimpin oleh Perempuan dalam Respon Kemanusiaan di Sulawesi Tengah (A Feminist Exploration of Women-Led Localisation in the Central Sulawesi Response). Dokumen ini dibagikan dalam side event ini.

Riset yang dilakukan bersama oleh ActionAid UK dan YAA ini dilatarbelakangi masih kurangnya consensus dari komunitas kemanusiaan untuk menindaklanjuti secara signifikan pengalihan kekuasaan (shifting power) dan sumber daya ke para aktor lokal dalam upaya kesiapsiagaan dan respon bencana. organisasi lokal yang dipimpin oleh perempuan hanya menerima sebagian kecil dari keseluruhan dana kemanusiaan dan perempuan kurang terwakili dalam struktur pengambilan keputusan kemanusiaan formal dan mekanisme koordinasi.

Side Event ini dilaksanakan pada Rabu, 26 Juni, pukul 8.30-10.00 di Ruang XXII, PBB, Genewa. Moderator forum ini adalah Naomi Tulay-Solanke, seorang feminis dari Liberia dan Direktur Community Health Initiative (CHI), dengan empat orang panelis yaitu :

  • Siti Zulaikah (melalui video conference) – aktivis perempuan dari WALHI Sulawesi Tengah. Zuli memimpin respon bencana tsunami, gempa bumi, dan likuifaksi di Sulawesi Tengah bersama Solidaritas Perempuan Palu. Saat ini Zuli bekerja dalam fase pemulihan dengan WALHI Sulawesi Tengah. Zuli menyampaikan peran dan kepemimpinan perempuan dalam respon kemanusiaan di Sulawesi Tengah. Setidaknya ada tiga rekomendasi hasil riset yang disampaikan oleh Zuli, karena Zuli merupakan bagian dari tim peneliti, yaitu (1) bagi aktor dan organisasi humanitarian agar mengubah pola respon bencana, (2) dalam mengembangkan perencanaan dan implementasi program harus dengan memperkuat perempuan dan kelompok rentan yang berkontribusi pada pemulihan komunitas jangka panjang, dan (3) mengembangkan mekanisme untuk memperkuat komitmen aktor-aktor kemanusiaan untuk patuh dan mngimplementasikan standar humanitarian (CHS), termasuk gender mainstreaming dan hak perempuan.
  • Marie-Therese Al Mir, Lebanese Women Democratic Gathering – RDFL. Maria adalah expert dari Lebanon tentang isu perempuan dan pembangunan. Dia terkenal karena aktivisme tinggi dalam acara-acara publik yang berkaitan dengan kesetaraan gender, demokrasi, dan keadilan. Maria menyampaikan tentang ruang bagi perempuan untuk bersuara dan terlibat dalam pengambilan keputusan di Lebanon terkait dengan respon kemanusiaan terhadap pengungsi Syria
  • Hiba Qasas, Kepala Aksi Humanitarian dan Respon Krisis, UN Woman – Genewa. Hiba menyampaikan tentang pentingnya integrasi gender dalam proses perencanaan di tingkat lapangan termasuk konsultasi dengan berbagai kelompok perempuan komunitas. Hiba juga menyampaikan bagaimana system humanitarian memastikan untuk tetap akuntabel terhadap seluruh komitmennya dalam persamaan gender (gender equity) dan penguatan perempuan dan remaja perempuan dalam kerja kemanusiaan.
  • OXFAM sebagai co-lead IASC (Inter Agency Standing Committee) Reference Group on Gender and Humanitarian Actions. Menyampaikan bagaimana aktor internasional mempromosikan partisipasi, kepemimpinan transformative, dan aksi kolektif perempuan dan remaja perempuan dalam setiap tahapan kerja kemanusiaan.

Proses diksusi kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab selama kurang lebih 15 menit dan ditutup oleh Ursula Muller, Deputi Koordinator Bantuan Darurat. Ursula menyampaikan bahwa memajukan kesetaraan gender sangat penting dan dapat menyelamatkan nyawa. Sehingga tindakan kemanusiaan perlu memprioritaskan pada risiko yang dihadapi oleh perempuan dan anak perempuan dalam keadaan darurat namun juga mengakui peran dan kepemimpinan perempuan dalam mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dan anak perempuan. Ursula menekankan bahwa aktor-aktor kemanusiaan perlu bekerjasama untuk mempromosikan pelibatan lebih substantive perempuan dan melakukan perubahan dalam system kemanusiaan. Terakhir apabila menginginkan terjadi perubahan maka Jaringan Kemanusiaan Feminis (Feminist Humanitarian Network) mendorong perlunya membahas ketimpangan kekuasaan dalam system kemanusiaan dan menempatkan mereka dalam pusat respon kemanusiaan melalui jaringan global para perempuan ‘agen perubahan’ dan pemimpin perempuan.

Tag :