Kick Off Program BASIS

Diterbitkan pada | Jumat, 15 Maret 2024

Membangun Lingkungan Pendukung dan Masyarakat Sipil yang Kuat untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia




Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat (YAPPIKA) melaksanakan Kick Off Program BASIS (Building Enabling Environment and Strong Civil Society in Indonesia) pada 27 Februari hingga 1 Maret 2024 di Jakarta. Kegiatan ini dilaksanakan untuk memastikan persiapan pelaksanaan Program BASIS yang berkolaborasi dengan Serikat Pengajar Hak Asasi Manusia (SEPAHAM) dan didanai oleh Uni Eropa terlaksana dengan lancar. Pada Kick Off Program BASIS ini dibahas mengenai berbagai mekanisme dan kebijakan pengelolaan program, pengelolaan keuangan, branding dan visibility, dan lainnya yang dimiliki oleh Uni Eropa, YAPPIKA dan SEPAHAM.

Kegiatan Kick Off Program BASIS ini dipandu oleh Hendrik Rosdinar, Director of Organizational Development & Impact YAPPIKA. Kemudian kegiatan dilanjutkan dengan sambutan dari Fransisca Fitri selaku Executive Director YAPPIKA dan Muktiono selaku Executive Director SEPAHAM.

Membangun Lingkungan Pendukung dan Masyarakat Sipil yang Kuat dalam Konteks Kemunduran Demokrasi di Indonesia

Setelahnya kegiatan dilanjutkan dengan diskusi “Membangun lingkungan Pendukung dan Masyarakat Sipil yang Kuat dalam Konteks Kemunduran Demokrasi di Indonesia” yang dimoderatori Sari Wijaya, Program Officer for Civic Space Advocacy YAPPIKA. 

Diskusi diawali dengan pembahasan mengenai politik pertahanan kekayaan antar aktor yang memiliki sumber daya material yang berlimpah (oligarki)  sebagai peran dan lokus pemaksaan dalam politik berorientasi kekayaan,  politik ini menjadi ciri formasi sosial yang umum terjadi di tengah kesenjangan sosial yang ekstrem. "Ketimpangan sosial di Indonesia bahkan yang tertinggi di Asia Tenggara. Itu artinya, kondisi ekstrim itu memicu ruang hancurnya demokrasi karena kekuasaan oligarki yang luar biasa ini membuat ketimpangan sosial menjadi sumber utama penyakit demokrasi," Eko Prasetyo dari Social Movement Institute (SMI) dan Rumah Pengetahuan Amartya.

Selanjutnya Avicenna dari Blok Politik Pelajar memaparkan mengenai permasalahan anak muda hari ini terkait ruang sipil mulai dari pengkultusan pada posisi yang sentral pada gerakan, kurangnya sinergi antara mahasiswa dengan akademisi, adanya 'oligarki' lembaga swadaya masyarakat, sikap netral atau sabotase gerakan oleh masyarakat sipil, hingga suara orang muda yang dijadikan alat tukar di masa pemilu. Avicenna menyerukan agar orang muda berani bersikap dengan menyatukan kekuatan mahasiswa dan anak muda untuk menuntut kedaulatan yang telah lama hilang.

Tak hanya situasi orang muda, diskusi membahas kondisi diskriminasi yang dirasakan oleh kelompok minoritas, "siapapun kami, warga negara, apapun rasnya, warna kulitnya, orientasi seksualnya, agamanya, mestinya dilindungi oleh undang-undang. Itulah tugas dan tanggung jawab negara untuk memenuhi hak dasar kita sebagai warga negara. Tapi, sayangnya, ada pembatasan-pembatasan yang secara sistematis dan struktural agar warga negaranya tidak dapat menikmati penikmatan hak-hak yang sama seperti warga negara lainnya," ujar Lini Zurlia dari ASEAN SOGIE Caucus.

Setelahnya dibahas pula mengenai Prinsip-Prinsip Yogyakarta (The Yogyakarta Principles), Prinsip Yogyakarta adalah seperangkat prinsip tentang penerapan hukum hak asasi manusia internasional dalam kaitannya dengan orientasi seksual dan identitas gender. Prinsip ini dikembangkan sebagai tanggapan terhadap pola kekerasan yang terdokumentasi dengan baik yang menargetkan orang-orang karena orientasi seksual atau identitas gender mereka yang sebenarnya atau yang dirasakan. Selengkapnya baca:  https://www.komnasham.go.id/files/20151130-prinsip-prinsip-yogyakarta-$O9YQS.pdf

Muktiono selaku Executive Director SEPAHAM  menambahkan bahwa dalam Hak Asasi Manusia ada paradoks tentang negara. Negara di satu sisi, sudah jelas sebagai pengemban tugas, sebagai pemegang kewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi Hak Asasi Manusia. Itu sudah jelas di semua konsep Hak Asasi Manusia, tapi di sisi lain, negara menjadi pihak yang paling potensial melanggar Hak Asasi Manusia. Jadi, pekerjaan besar kita adalah bagaimana menginstitusi demokrasi, institusi Hak Asasi Manusia, perlu dirawat, dipastikan pelaksanaannya agar dapat tangguh terhadap dinamika yang ada.

 

Memperkuat Gerakan Perempuan

Diskusi mengalir hingga pembahasan mengenai pentingnya memperkuat gerakan perempuan serta pespektif YAPPIKA yang merupakan anggota federasi ActionAid, "Kami punya 10 prinsip kepemimpinan feminis. Ini yang kemudian menjadi satu kerangka untuk melihat kerja-kerja lembaga tidak hanya sebatas kerja programatik tapi beyond itu, yang dirawat bukan hanya gerakan sebagai sebuah komunal tapi gerakan itu juga terdiri dari individu-individu, kemudian interaksi, pola relasi antar individu menjadi concern," terang Indira Hapsari, Coordinator for Humanitarian Response & Resilience YAPPIKA.


Sepuluh Prinspip Kepemimpinan Feminis ActionAid di antaranya kesadaran diri, perawatan diri dan kepedulian terhadap orang lain, membongkar bias, inklusi, berbagi kekuasaan, penggunaan kekuasaan secara bertanggung jawab dan transparan, kolaborasi yang akuntabel, umpan balik yang hormat, keberanian, toleransi nol terhadap segala bentuk diskriminasi dan penyalahgunaan kekuasaan. Selengkapnya bisa dibaca di https://actionaid.org/feminist-leadership 

 

Sekilas Program BASIS

Tujuan Program BASIS adalah mendorong terciptanya lingkungan pendukung bagi masyarakat sipil di Indonesia agar lebih inklusif dan representatif. "Kemudian, selain lingkungan pendukung, berkontribusi terhadap tumbuhnya masyarakat sipil yang efektif kuat dan independen dalam mempromosikan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), HAM dan kebebasan sipil, serta ruang demokrasi yang lebih besar di Indonesia," ujar Riza Imaduddin Abdali, Civil Society Advocacy Specialist YAPPIKA.

Dengan dukungan pendanaan dari Uni Eropa, Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA) bersama Serikat Pengajar Hak Asasi Manusia (SEPAHAM) Indonesia melaksanakan Program Membangun Lingkungan Pendukung dan Masyarakat Sipil yang Kuat untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia berupaya menciptakan lingkungan yang mendukung bagi perempuan, pemuda, dan organisasi masyarakat sipil yang dipimpin oleh kelompok minoritas untuk mengatasi kemiskinan dan kesenjangan.