Diterbitkan pada Jumat, 26 April 2024
YAPPIKA yang bermitra dengan Kita Institute konsen pada program Meningkatkan Mekanisme Akuntabilitas Sosial untuk Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) di Daerah Pengembangan Energi Terbarukan Geothermal. Program tersebut dilaksanakan di dua desa yaitu Sikunang dan Campursari yang berada di Kecamatan Kejajar. Belum lama ini, digelar penyampaian hasil kajian dan rekomendasi serta Diskusi Terbatas terkait ”Hasil Kajian Dampak Sosial Ekonomi Serta Ketercukupan Kebijakan Di Wilayah Kerja Panas Bumi” pada 22 April 2024 di Dewani Kertek. Dijelaskan perwakilan YAPPIKA, Rokhmad Munawir bahwa Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Sukabumi adalah salah satu dari sekian banyak lokasi pengembangan panas bumi di Indonesia. Wilayah ini telah dilakukan eksplorasi setidaknya sejak 10 tahun terakkhir.
Dari 300 lokasi potensial di seluruh Indonesia, Wonosobo dan Sukabumi adalah dua kabupaten yang pangsa lapangan panas bumi terbesar dan telah beroperasi saat ini. Kedua kabupaten ini telah menjadi penghasil energi bersih yang menghasilkan 413 MW listrik dan memasok sebesar 235 MW uap. Namun, Pihaknya menanyakan terkait dampak positif bagi kualitas kehidupan masyarakat. "Itu yang masih menjadi pertanyaan di banyak kalangan. Kedua wilayah ini masih menghadapi tantangan dalam pemenuhan layanan dasar masyarakat. Di sektor kesehatan misalnya, Kabupaten Wonosobo tertinggi angka prevalensi stuntingnya di Jawa Tengah (28,1%) dan masih tingginya AKI dan AKB. Serta adanya tantangan dalam meningkatkan kualitas dan efektivitas belanja anggaran bagi pemenuhan SPM di daerah. Tantangan kualitas belanja pembangunan erat kaitannya dengan akuntabilitas sosial yang bergantung pada partisipasi dan keaktifan masyarakat dalam memanfaatkan mekanisme akuntabilitas dari layanan publik yang telah ada," terangnya.
Maka guna mendalami apa saja dampak positif dan negatif di wilayah kerja panas bumi ini, YAPPIKA telah melakukan kajian mengenai dampak di masyarakat yang dikaitkan dengan ketercukupan kebijakan untuk mengatasi dampak negatif yang apabila terjadi di wilayah kerja panas bumi, terutama desa terdampak. Pada sisi lain juga mencoba melihat, seberapa besar dana yang diperoleh oleh pemerintah daerah dari WKP ini dan dialokasikan ke desa terdampak atau tidak. Sehingga dapat diketahui dampak atau ketimpangannya.
"Dinas Lingkungan Hidup Wonosobo dinilai perlu memperkuat forum Konservasi dengan melibatkan masyarakat desa terdampak," tutur Munawir menjelaskan rekomendasi pertama. Pada rekomendasi kedua, pihaknya menyebut bahwa Bupati perlu membuat aturan mengenai pemanfaatan Bonus Produksi bagi masyarakat desa yang terdampak proyek panas bumi.
Rekomendasi ketiga terkait Dinas LH yang perlu memfasilitasi pembuatan Sistem pengaduan masyarakat yang terintegrasi. "Hal itu mengingat sistem pengaduan dibutuhkan adanya integrasi dengan sistem yang ada di Pemkab Wonosobo dan Ombudmans sehingga respon dan tindaklanjut atas aduan bisa dipantau," lanjutnya. Rekomendasi keempat atau terakhir adalah PT Geo Dipa Energi perlu memiliki saluran informasi terkait dampak kegiatan operasi proyek panas bumi serta upaya mitigasi yang sudah dilakukan. Hal itu untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat untuk meningkatkan Social Acceptance.
Artikel dan foto telah tayang di Kabarwonosobo.pikiran-rakyat.com pada 25 April 2024 dengan judul yang sama.