Diterbitkan pada | Senin, 12 Juni 2023
YAPPIKA-ActionAid berkolaborasi dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) melaksanakan Workshop Pengembangan Model Desa/Kelurahan Ramah Perempuan dan Anak dalam Situasi Bencana pada 9 Juni 2023 di Gedung KPPPA, Jakarta. Workshop ini dihadiri oleh perwakilan pemerintah dan organisasi masyarakat sipil seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Desa, Komnas Perempuan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita (PPSW), Forum Perempuan Desa Tamanjaya (Pandeglang), Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI), CEDAW Working Group Indonesia (CEDAW), Yayasan PEKKA, PREDIKT, Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI).
“Harapan kami bahwa Workshop Pengembangan Model Desa/Kelurahan Ramah Perempuan dan Anak dalam Situasi Bencana ini dapat memastikan terpenuhinya kebutuhan dan perlindungan perempuan dan anak serta kelompok rentan lainnya, YAPPIKA-ActionAid melalui Program Women-Led Community Based Protection (WLCBP) yang diusung oleh Program Humanitarian dan Resilience (HAR) YAPPIKA-ActionAid, tidak hanya berfokus pada pengurangan resiko bencana saja, YAPPIKA-ActionAid juga bekerja di pilar pencegahan dan penanggulangan Kekerasan Berbasis Gender serta mendorong terbangunnya ketahanan ekonomi keluarga pasca bencana,” ujar Direktur Eksekutif YAPPIKA-ActionAid, Fransisca Fitri.
Melihat peran desa sebagai ujung tombak pembangunan nasional dalam mencapai Sustainable Development Goals atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan melalui prinsip no one left behind, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bekerjasama dengan Kementerian Desa, Tertinggal dan Transmigrasi telah meluncurkan program Desa/Kelurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DKRPPA). DKRPPA merupakan wujud menciptakan desa yang mengintegrasikan perspektif gender dan hak anak dalam tata kelola penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, serta pembinaan dan pemberdayaan masyarakat desa.
"Desa memiliki posisi sentral dalam pembangunan masyarakat. Masih ada gap dalam pelaksanaan Desa/Kelurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DKRPPA) karena belum memasukkan situasi saat bencana. KPPPA memandang penting memasukkan konteks kebencanaan dalam DKRPPA. Sebab dalam waktu 48 jam pertama sejak bencana, sudah terjadi kekerasan terhadap perempuan," ujar Eni Widiyanti, Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Dalam Rumah Tangga dan Rentan KPPPA.
Senada dengan itu, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KPPPA, Ratna Susianawati menambahkan, "hal terpenting bukan hanya di tingkat kebijakan namun penguatan kapasitas perempuan agar siap menjadi ekselator perubahan dan penguatan komunitas tidak hanya untuk dirinya namun di tingkat komunitas (desa/kelurahan hingga kabupaten), yang harapannya bisa mengurangi risiko kekerasan pada perempuan.”
Workshop ini juga dihadiri oleh Deputi Bidang Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Prasinta Dewi. "Perempuan mempunyai 3 peran strategis dalam situasi kebencanaan yaitu fasilitator atau peningkatan kapasitas komunitas, outreach atau penyampai pesan, champion atau sebagai motor penggerak aksi komunitas," tegasnya.