Diterbitkan pada | Kamis, 29 Agustus 2024
SIARAN PERS
Memperkuat Ekosistem Masyarakat Sipil untuk Mendorong Demokrasi yang Lebih Substantif dan Inklusif di Indonesia
Malang, 28 Agustus 2024 – Gerakan orang muda #ReformasiDikorupsi, #MosiTidakPercaya, dan #DaruratDemokrasi yang semakin membesar dalam sepuluh tahun terakhir menjadi strategi masyarakat sipil dalam merespon kemunduran demokrasi. Gerakan ini adalah bentuk gerakan kritis masyarakat sipil terhadap tata kelola pemerintahan yang mengabaikan prinsip transparansi, akuntabilitas, partisipasi bermakna serta perlindungan terhadap hak asasi manusia, khususnya kelompok rentan.
Degradasi demokrasi yang semakin terpuruk ini, diantaranya dapat dilihat dari berbagai aspek: adanya konsolidasi kekuasaan untuk membungkam kritik dan menekan oposisi dengan cara-cara otoriter; lemahnya perlindungan terhadap kebebasan sipil; merosotnya perlindungan terhadap kelompok minoritas; berkembangnya disinformasi dan hoaks dalam menghasut dan menyebarkan kekerasan; menguatnya intoleransi dan sektarianisme; menurunnya kualitas media akibat menguatnya oligarki-media dan meningkatnya tekanan pada media untuk membatasi kritik; menurunnya kualitas partai politik; menguatnya praktik autocratic legalism; hingga meluasnya korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta menguatnya dinasti politik.
Terkait hal ini, masyarakat sipil, yang meliputi berbagai organisasi dan jaringan, termasuk orang muda, bergerak dengan beragam strategi untuk merespon regresi demokrasi dari berbagai level: lokal, nasional, regional dan internasional. Masyarakat sipil tidak hanya bergerak melalui jalur-jalur konvensional seperti advokasi kebijakan dan litigasi, tetapi juga menggunakan media sosial dan platform digital untuk memperkuat kampanye dan menyebarkan pesan kritis dan penyadaran politik akan pentingnya demokrasi yang substantif dan inklusif di Indonesia.
Seiring dengan regresi demokrasi ini, aktor-aktor masyarakat sipil mengalami tantangan yang signifikan. Media yang berperan dalam membangun narasi dan reputasi masyarakat sipil Indonesia guna memperkuat demokrasi justru mengalami berbagai hambatan. Nany Afrida (Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) periode 2024 – 2027) mengungkapkan, ''Jurnalis yang menyuarakan isu-isu demokrasi, hak asasi manusia, kebebasan sipil, bahkan yang meliput aksi #ReformasiDikorupsi ataupun
#DaruratDemokrasi mengalami intimidasi, penganiayaan, kriminalisasi, serangan digital, dan seterusnya. Begitu pula dengan jurnalis perempuan, juga mengalami Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) seperti komentar dalam jaringan (daring) yang bernada merendahkan perempuan''.
Mahasiswa yang terlibat dalam aksi demonstrasi juga menghadapi berbagai bentuk intimidasi dan kriminalisasi. Ali Fikri Hamdhani (Perwakilan Aksi Kamisan Malang) yang aktif bergabung dalam aksi #ReformasiDikorupsi dan #DaruratDemokrasi menyatakan, ''Di akhir periode Presiden Jokowi, demokrasi mengalami kemunduran yang signifikan, menguatnya kepentingan oligarki, hingga terjadinya penangkapan para mahasiswa dan aktivis muda''. Meskipun demikian, Ali Fikri menyampaikan pendapatnya mengenai ruang digital yang menjadi salah satu alat untuk menggaungkan pentingnya demokrasi, ''Demokrasi digital menjadi ruang alternatif dalam menyuarakan kepentingan rakyat, meski mengalami tantangan dengan adanya serangan digital dari cyber troops (termasuk buzzer dan influencer)''.
Sementara itu, Arief Setiawan (Dosen Hubungan Internasional Universitas Brawijaya) merespon bahwa kampus sebagai salah satu bagian ekosistem masyarakat sipil mendukung mahasiswa dalam gerakan sosial. Arief memanifestasikan, ''Kampus menjadi salah satu arena pendukung dalam penyadaran mahasiswa mengenai situasi demokrasi dan untuk mendorong keberanian dan kesadaran sosial politik bahwa orang muda adalah aktor perubahan''.
Tidak hanya itu, Riza Imaduddin Abdali (Civil Society Advocacy Specialist YAPPIKA) menekankan pentingnya sumber daya inovatif bagi masyarakat sipil untuk melindungi demokrasi, kebebasan sipil, dan hak asasi manusia. Riza mengungkapkan, ''Pentingnya memperkuat Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) dengan cara mengeliminasi hambatan, mendukung serta memfasilitasi akses sumber daya yang inovatif seperti halnya penggalangan dana publik dan memperkuat kapasitas internal OMS''. Lebih lanjut, Riza menjelaskan bahwa menjadi krusial untuk memperkuat kolaborasi antar OMS, merumuskan orientasi perjuangan bersama, dan fokus pada substansi guna menciptakan kesatuan dan konsolidasi yang lebih besar.
Selanjutnya, Nuzula Anggeraini (Direktur Politik dan Komunikasi Kementerian PPN/BAPPENAS) menerangkan bahwa pemerintah berkomitmen penuh untuk menguatkan organisasi masyarakat sipil sebagai salah satu pilar pembangunan demokrasi dalam Landasan Transformasi Supremasi Hukum, Stabilitas, dan Kepemimpinan Indonesia. Hal ini merupakan salah satu unsur penting yang tanpa landasan transformasi tersebut tak akan tercipta transformasi Indonesia secara menyeluruh. Serta menjadi paradigma pembangunan yang digunakan dalam penyusunan RPJPN 2025-2045, RPJMN 2025-2029, dan RKP 2025.
Oleh karena itu, menjadi krusial untuk masyarakat sipil, orang muda, media, kampus, dan kelompok rentan dalam memperkuat solidaritas dan terus bergerak untuk menegakkan demokrasi yang substantif dan inklusif di Indonesia. Saatnya untuk masyarakat sipil bertindak menghentikan cara-cara represif yang merampas hak-hak sipil, demi masa depan demokrasi yang lebih baik!
Informasi lebih lanjut:
Riza Imaduddin Abdali (YAPPIKA)
Nany Afrida (AJI)
Ali Fikri Hamdhani (Aksi Kamisan Malang)