Pernyataan Sikap YAPPIKA-ActionAid “Tolak Aturan Jam Sekolah Pukul 05.00 WITA di NTT!”

Diterbitkan pada | Jumat, 03 Maret 2023

 Pernyataan Sikap YAPPIKA-ActionAid

“Tolak Aturan Jam Sekolah Pukul 05.00 WITA di NTT!”


Pada 27 Februari 2023, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT telah menerapkan kebijakan jam masuk sekolah pukul 05.00 WITA. Kebijakan tersebut disepakati bersama Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat bersama Kepala SMA/SMK/SLB Negeri di Kota Kupang. Pemprov NTT mengatakan bahwa tujuan kebijakan tersebut adalah untuk mendorong restorasi pendidikan yang mampu mencetak sumber daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan berdisiplin tinggi.

Namun, kebijakan tersebut menuai banyak kritik khususnya di kalangan pegiat pendidikan. Pengambilan keputusan tersebut tak menggunakan asas partisipatif karena tidak membuka dialog dengan banyak pihak, khususnya orangtua murid (Kompas.com 28/2/2023). Tak hanya itu, kebijakan tersebut tidak melihat berbagai aspek yang nantinya akan berdampak kepada anak, guru dan layanan pendidikan.

Pertama, terkait aspek kesehatan. Peraturan ini jelas akan mengurangi jam tidur anak. Tidur merupakan salah satu kebutuhan anak. Tidur mendukung proses otak yang sangat penting untuk belajar, pengawetan memori, dan pengaturan emosi. Di malam hari, otak mengulas dan memperkuat informasi yang diperoleh selama seharian penuh. Ini membuat informasi-informasi yang mereka dapat saat di kelas seharian akan lebih mudah untuk diingat di kemudian hari.

Sebuah studi dalam Journal of Youth and Adolescence tahun 2015, dilansir dari Huffington Post, menemukan bahwa remaja yang tidur rata-rata enam jam per malam dilaporkan tiga kali lebih mungkin untuk menderita depresi. Kurang tidur juga meningkatkan risiko upaya bunuh diri anak hingga 58 persen.

Tak hanya itu, kurang tidur juga dikaitkan dengan risiko kolesterol tinggi dan obesitas di masa depan. Jangka pendeknya, kurang tidur juga menyebabkan flu, pilek, dan gangguan pencernaan lebih sering timbul ketika anak kurang tidur dari 7 jam.

Kedua, dalam aturan ini, aspek pedagogik tak menjadi pertimbangan. Pedagogik merupakan sebuah keterampilan mengajar yang harus dimiliki oleh setiap pengajar. Seperti yang tertuang dalam UU No.14 tahun 2005 Pasal 10, pedagogik merupakan sebuah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik. Diberlakukannya aturan ini jelas akan menghambat proses trasnformasi pengetahuan di dalam kelas. Ini berhubungan dengan beban guru di dalam kelas. Jam kerja yang bertambah sehingga membuat proses pembelajaran akan sangat melelahkan dan tidak memerdekakan, padahal Kemendikbud sedang mendorong Program Merdeka Belajar.

Ketiga, peraturan ini tidak mempertimbangkan faktor keamanan dan keselamatan anak. Ketika mereka  harus berangkat sangat gelap di pagi hari dan sore hari, ini berpotensi adanya tindakan kriminal yang terjadi.  Hal ini dikarenakan terbatasnya transportasi umum, jalanan rusak dan maraknya kriminalitas.

Kerentanan itu terjadi juga kepada para guru perempuan.  Berdasarkan data dari Kemendikbudristek, jumlah guru perempuan di Indonesia adalah 61% (1.062.225) dan guru laki-laki 39% (517.982). Separuh dari jumlah populasi guru, diisi oleh perempuan. Maka, sudah sangat sepatutnya menganalisis dengan kacamata perempuan. Jam kerja yang bertambah dan lebih pagi membuat beban kerja semakin kompleks, guru perempuan yang memiliki anak nantinya akan memiliki beban kerja tambahan untuk melakukan kerja domestik lebih awal dari biasanya di rumah

Terakhir, aturan ini jelas tidak memperhatikan aspek pelayanan publik, karena untuk sampai sekolah pukul 05.00 WITA, pemerintah provinsi harus berkaca diri dalam penyediaan jalanan dan transportasi publik yang menyeluruh. Apalagi sekolah-sekolah yang berada di pedalaman Kupang, mereka harus berjalan kaki untuk sampai ke sekolah.

Mengutip Ki Hajar Dewantara, mendidik dan mengajar adalah proses memanusiakan manusia, sehingga harus memerdekakan manusia dan segala aspek kehidupan baik secara fisik, mental , jasmani dan rohani. Artinya, pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan yang memanusiakan manusia.

YAPPIKA-ActionAid sebagai organisasi yang peduli terhadap isu pendidikan inklusif merasa perlu mengkaji ulang aturan dan menyatakan sikap kepada aturan Pemerintah Provinsi NTT sebagai berikut:

1.     Menolak aturan masuk Jam 05.00 WITA dan segala aturan yang tidak sesuai dengan kebutuhan anak dan perempuan

2.     Mendorong Pemerintah Provinsi NTT untuk melibatkan partisipasi masyarakat untuk mengambil sebuah kebijakan.

3.     Mendorong pendidikan inklusif dari hulu sampai hilir.

4.     Mendorong perbaikan layanan publik di bidang pendidikan secara merata.

 

Sekian dan Terimakasih