Diterbitkan pada | Jumat, 09 Februari 2024
Mengembalikan Arah yang Tepat dalam Revisi UU Desa: Jangan Jadikan Revisi UU Desa Sebagai Alat Transaksi Dukungan Menuju Pemungutan Suara dalam Pemilu 2024
Pada 3 Juli 2023, Rapat Panitia Kerja (Panja) Badan Legislasi DPR RI menyepakati masuknya 19 poin perubahan dalam revisi UU Desa. Setidaknya, terdapat dua agenda besar dalam revisi UU Desa, yaitu 1) menaikkan alokasi dana desa dan 2) kedudukan pemerintah desa, khususnya kepala desa, seperti kenaikan gaji, tunjangan purnatugas, hingga masa jabatan. Dalam dokumen penjelasan RUU Perubahan Kedua UU Desa pada 19 Juni 2023, tertulis bahwa beberapa perubahan terkait dengan Putusan Mahkamah Konstitusi dan sebagai penyempurnaan terhadap UU Desa sebelumnya, yaitu antara lain mengatur mengenai: i) kedudukan desa; ii) penyelenggaraan pemerintahan desa; iii) asas dan tujuan di dalam pengaturan desa; iv) tugas, hak, kewajiban, persyaratan, dan masa jabatan kepada desa; v) keuangan desa; vi) pembangunan desa; serta vii) ketentuan peralihan mengenai masa jabatan kepada desa yang saat ini menjabat.
Revisi UU Desa tidak boleh diletakkan pada agenda elitis dalam rangka Pemilu 2024. Agenda perubahan UU Desa juga tidak boleh hanya bersifat “jawa sentris” tanpa melihat keberagaman desa di Indonesia. Revisi UU Desa ini juga harus melalui kajian ilmiah dan evaluasi terhadap implementasi UU Desa yang komprehensif, empiris, rasional, dan objektif. Keinginan besar untuk mengubah UU Desa tanpa adanya evaluasi yuridis, empiris, dan sosiologis secara komprehensif hanya akan mendelegitimasi dan melemahkan desa, serta menjauhkan kembali rasa memiliki warga desa yang saat ini sudah mulai hidup dan terbangun.
Revisi UU Desa tidak boleh hanya sekadar berfokus pada perubahan pemerintahan desa. Revisi UU Desa harus mengarah pada realisasi untuk memperkuat pengakuan atas hak asal-usul yang melihat desa sebagai persekutuan sosial dan budaya; desa sebagai persekutuan hukum, politik, dan pemerintahan; serta desa sebagai persekutuan ekonomi (sebagai ekspresi dari penguasaan desa atas sumber-sumber kehidupan yang menjadi ulayatnya) (Zakaria, 2022). Secara umum, revisi UU Desa setidaknya difokuskan pada memperbaiki sistem tata kelola pemerintahan yang baik, pengembangan masyarakat berbasis komunitas, serta pengaturan dan tata kelola sumber daya alam dan lingkungan.
Oleh karena itu, setidaknya terdapat delapan perubahan mendasar seiring dengan berlakunya UU Desa, yaitu:
1. Merekonstruksi total aturan pelaksanaan UU Desa guna menghilangkan dikotomi rezim pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan, dan keuangan desa;
2. Memperkuat pengakuan terhadap keberagaman desa, termasuk mempertegas rekognisi penetapan desa adat;
3. Memperkuat kedudukan dan kewenangan desa berdasarkan prinsip rekognisi dan subsidiaritas;
4. Membangun efektivitas konsolidasi keuangan dan aset desa berdasarkan kewenangan hak asal usul dan lokal berskala desa;
5. Perencanaan yang terintegrasi dan memastikan perspektif inklusi sosial dalam pembangunan dan pemberdayaan desa;
6. Mempertegas perbedaan status dan kedudukan pemerintah desa dan pemerintahan desa serta kedudukan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam penyelenggaraan pemerintahan desa;
7. Memperkuat demokratisasi di desa dengan fokus pada pemberdayaan dan pendampingan; dan
8. Memperkuat solidaritas ekonomi, kolektivitas, dan tata kelola pemerintahan desa yang baik.
Atas berbagai catatan di atas, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Revisi UU Desa mendesak:
1. Pemerintah dan DPR RI harus melibatkan partisipasi masyarakat secara bermakna (meaningful participation) dalam perumusan Revisi UU Desa sesuai dengan Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 yang kemudian dinormakan dalam UU No. 13/2022 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
2. Pemerintah dan DPR RI tidak boleh menjadikan Revisi UU Desa sebagai alat transaksi untuk dukungan menuju pemungutan suara dalam Pemilu 2024.
3. Pemerintah dan DPR RI agar tidak terburu-buru mengesahkan Revisi UU Desa di Badan Legislatif DPR RI dengan kembali melakukan:
a. Kajian dan evaluasi kembali terhadap implementasi UU Desa dan tata kelola pemerintahan desa di Indonesia secara komprehensif, empiris, rasional, dan objektif, serta tidak diletakkan pada agenda elitis dalam rangka Pemilu 2024
b. Mempublikasikan setiap informasi mengenai pembahasan Revisi UU Desa kepada publik secara luas melalui kanal resmi seperti website DPR RI dan KemendesPDTT sebagai bagian dari membangun transparansi pembentukan undang-undang
c. Menampung dan menindaklanjuti berbagai masukan dari kelompok masyarakat yang terdampak langsung dan memiliki perhatian terhadap Revisi UU Desa
Jakarta, 6 Februari 2024
Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Revisi UU Desa
1. Forum Masyarakat Sipil (FORMASI) Kebumen
2. JARKOM DESA
3. Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD)
4. Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA)
5. Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA)
6. Indonesian Parliamentary Center (IPC)
7. Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK)
8. Komite Pemantau Legislatif (KOPEL)
9. Lakpesdam PBNU
Narahubung:
1. Yusuf Murtiono (FORMASI Kebumen) - 081327355031
2. Badiul Hadi (Seknas FITRA) - 085325990822
3. Riza Abdali (YAPPIKA) - 085774074105