Go Riau - Ancaman Buzzer dan Non-State Actor: Tantangan Baru bagi Masyarakat Sipil

Diterbitkan pada Jumat, 19 September 2025

PEKANBARU – Dalam pelatihan yang ditaja oleh Koalisi Kebebasan Berserikat di Pekanbaru, Selasa (16/08/2025), Manajer Program Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Violla Reininda menyoroti meningkatnya ancaman terhadap masyarakat sipil, khususnya dari aktor non-negara (non-state actor) seperti buzzer yang dibiayai oleh pihak tertentu. Dalam pemaparan materi tersebut Violla berfokus pada strategi mitigasi risiko dan perlindungan bagi organisasi masyarakat sipil (OMS) dalam menjalankan hak sipil dan politik.

Violla, yang juga merupakan peneliti hukum konstitusi dan demokrasi, menjelaskan bahwa ancaman terhadap OMS tidak hanya berasal dari aktor negara tetapi juga dari aktor non-negara. Aktor non-negara mencakup individu atau kelompok yang tidak dibiayai oleh APBN/APBD, seperti buzzer yang digaji untuk memengaruhi opini publik dan menyerang organisasi masyarakat sipil.

Menurut Violla, ancaman dari non-state actor sangat bermasalah karena negara seringkali tidak bertanggung jawab atas intimidasi atau ancaman yang mereka lakukan, padahal secara posisi sama-sama sebagai masyarakat sipil.

"Kita sama-sama dibenturkan," ujarnya .

Prinsip dan Strategi Mitigasi Risiko

Sebagai upaya membangun ketahanan organisasi yang komprehensif, seorang pakar manajemen risiko, Violla, memaparkan sebuah kerangka kerja mitigasi risiko yang terdiri dari 15 prinsip kunci. Prinsip-prinsip ini dirancang holistik dan terbagi dalam tiga aspek fundamental.

Pada aspek kelembagaan, Violla menekankan bahwa mitigasi risiko harus bertujuan untuk menciptakan dan melindungi nilai-nilai inti organisasi. Proses ini perlu terintegrasi penuh dengan seluruh proses kelembagaan, selaras dengan segala persyaratan hukum dan operasional, serta yang terpenting, menjadi bagian tak terpisahkan dalam setiap pengambilan keputusan strategis

Selanjutnya, dari sudut pandang aspek situasional, efektivitas mitigasi bergantung pada landasan informasi terbaik yang tersedia. Pelaksanaannya harus sistematis, terstruktur, dan secara khusus menyasar ketidakpastian.

“Prinsip transparansi dan inklusivitas juga dipegang kuat, dimana prosesnya harus dinamis, responsif terhadap perubahan, dan dirancang untuk memudahkan perbaikan yang berkelanjutan,” ujarnya.

Terakhir, Violla menyoroti aspek sumber daya manusia yang sering kali terabaikan. Ia menegaskan bahwa setiap strategi harus mempertimbangkan faktor manusia dan budaya organisasi, memberikan perlindungan khusus bagi kelompok rentan, dibangun atas dasar kolaborasi antar divisi, dan selalu mempertimbangkan derajat keparahan suatu risiko terhadap manusia.

Ancaman Buzzer dan Non-State Actor

Violla menekankan bahwa ancaman dari non-state actor seperti buzzer semakin meningkat dan sulit diatasi. Buzzer, yang dibayar oleh pihak tertentu, aktif menyebarkan opini manipulative dan menyerang OMS di media sosial .

Menurut penelitian "The Global Disinformation Order 2019 Global Inventory of Organised Social Media Manipulation," buzzer merupakan instrumen yang digunakan oleh pemerintah atau partai politik untuk memanipulasi opini publik . Di Indonesia, buzzer menjadi semakin populer sejak Pemilu 2019 dan sering digunakan untuk kepentingan politik atau bisnis.

Violla juga menyoroti bahwa negara seringkali tidak bertanggung jawab atas ancaman dari non-state actor, meskipun dampaknya sangat signifikan terhadap keberlangsungan OMS.

Artikel yang ditulis oleh Afrila Yobi telah tayang di Go Riau pada 16 September 2025 dengan judul serupa.

Tag :