Diterbitkan pada | Senin, 03 Agustus 2020
Pada 8 Februari 2019, Koalisi Kebebasan Berserikat (KKB) melakukan audiensi dengan Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (BK DPR RI). Terdapat dua tujuan dari audiensi yang dilakukan oleh KKB, yaitu 1) Penyampaian Draf Naskah Akademik RUU Perubahan Kedua UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan versi masyarakat sipil dan 2) Penyampaian produk-produk pengetahuan yang telah dihasilkan KKB, termasuk lima laporan monitoring dan evaluasi implementasi UU Ormas. Audiensi ini diterima oleh Inosentius Samsul, selaku Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang BK DPR RI, dan jajarannya. Dalam audiensi ini, KKB diwakili oleh Riza Imaduddin Abdali (YAPPIKA-ActionAid), Muhammad Ananto Setiawan (YAPPIKA-ActionAid), dan Ronald Rofiandri (PSHK).
Dalam paparannya, Riza menjelaskan bahwa tindakan terbanyak dari lima tahun implementasi UU Ormas adalah kewajiban mendaftar dengan 299 tindakan (31%). Kewajiban mendaftar merujuk pada organisasi masyarakat sipil (OMS) diwajibkan untuk mendaftarkan diri ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) atau Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi dan Kabupaten/Kota guna mendapatkan Surat Keterangan Terdaftar (SKT). Riza menambahkan, “Tindakan kewajiban mendaftar ini memberikan dampak lain bagi OMS yang tidak terdaftar atau memilih tidak mendaftarkan diri. Dampaknya adalah 1) pemberian stigma, seperti bodong, ilegal, atau liar; 2) pembatasan akses, seperti dana hibah, fasilitas, wawancara, permohonan informasi; 3) pelarangan aktivitas; 4) pelarangan dan pembubaran organisasi; dan 5) kriminalisasi”.
Dalam audiensi ini, KKB juga memberikan dua rekomendasi kepada DPR RI, yaitu 1) Mendorong DPR RI untuk segera mengesahkan RUU Perkumpulan sebagai kerangka hukum yang benar dalam pengaturan OMS dan 2) Mendorong DPR RI untuk segera merevisi UU Ormas dengan menitikberatkan pada pasal-pasal yang berkaitan dengan SKT agar sejalan dengan Putusan MK, definisi asas Pancasila, larangan dan sanksi bagi ormas, dan ketentuan pidana. Riza menambahkan, “Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Perppu Ormas mengidentifikasi 8 permasalahan dalam revisi UU Ormas yang telah masuk dalam Prolegnas Prioritas 2019, yaitu 1) Pendaftaran ormas, 2) Struktur dan ruang lingkup ormas, 3) Pemberdayaan ormas, 4) pengendalian dan pengawasan ormas, 5) larangan-larangan bagi ormas, 6) sanksi bagi ormas yang melanggar, 7) pembubaran dan prosedur pembubaran ormas, dan 8) pemberian sanksi pidana bagi ormas”.
Inosentius Samsul, selaku Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang BK DPR RI, menerima baik semua paparan dan rekomendasi dari KKB. Inosentius juga mendorong agar KKB dapat melakukan audiensi kepada fraksi-fraksi yang ada di DPR dan anggota DPR RI untuk mempercepat revisi UU Ormas. Inosentius juga berharap agar KKB dapat mengawal dan membantu proses perancangan revisi UU Ormas apabila hal tersebut sudah masuk dalam agenda DPR RI pada tahun ini.