Memahami Bencana dari Sudut Pandang YAPPIKA-ActionAid

Diterbitkan pada | Sabtu, 21 Mei 2022


Indonesia terletak di garis khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudera dengan kondisi alam yang memiliki berbagai keunggulan. Di sisi yang lain, posisi Indonesia tersebut memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis yang rawan terhadap terjadinya bencana dengan frekuensi yang cukup tinggi. Dari tahun 2015 – 2019, Indonesia telah mengalami lebih dari 14.000 bencana. Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2021, tren bencana 1,5 kali lebih tinggi per tahun, di mana 99,2% dari total kejadian bencana berkaitan dengan krisis iklim.

Misalnya, pada 28 September 2018, terjadi gempa bumi dengan kekuatan magnitudo 7.4 yang berpusat di Donggala, Sulawesi Tengah. Gempa bumi tersebut menimbulkan tsunami di sepanjang pantai Kota Palu dan pantai Donggala bagian barat. Tsunami yang terjadi di sejumlah wilayah di Sulawesi Tengah ketinggiannya bervariasi, yaitu 11,3 meter terjadi di daerah Tondo, Palu Timur, Kota Palu dan 2,2 meter terjadi di Kampung Mapaga. Gempa bumi tersebut terjadi akibat aktivitas sesar Palu-Koro yang memanjang dari perairan laut Sulawesi hingga teluk Bone. Sesar Palu-Koro terbentuk akibat peristiwa benturan ketiga lempeng tektonik yang ada dalam lingkup Sulawesi Tengah, ketiga lempeng tersebut adalah lempeng mikrotektonik aktif benua Australia (Banggai-Sula) dari timur ke lempeng benua Europa-Asia/Sunda Land dari barat dan lempang mikro laut Filipina dari utara. Hasil dari laporan situasi yang dirilis BNPB (5 Februari 2019) menyebutkan bahwa gempa dan tsunami Sulawesi Tengah mengakibatkan 4.340 warga hilang dan meninggal, 172.635 warga mengungsi, dan 4.438 jiwa mengalami luka-luka serta menimbulkan kerusakan sebesar 15,58 triliun rupiah.

Dari situasi dan kondisi tersebut, sudah seharusnya kita sebagai warga memiliki pengetahuan awal tentang kebencanaan. Secara umum, bencana adalah kejadian atau rangkaian kejadian bahaya yang disebabkan faktor alam, faktor non-alam, maupun faktor manusia yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Dari sisi sosiologi, United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UNISDR) mendefinisikan bencana sebagai suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi, atau lingkungan, serta yang melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasinya dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri. Bencana juga merupakan hasil dari tiga kombinasi: kejadian bahaya (hazard), kondisi kerentanan (vulnerability), dan kurangnya kemampuan mengambil langkah yang tepat untuk mengurangi atau mengatasi potensi dampak negatif suatu peristiwa.


Oleh karena itu, YAPPIKA-ActionAid memahami bahwa bencana tidak dapat dihindari. Bencana seperti gempa bumi, letusan gunung berapi, atau kekeringan hanya akan menjadi bencana jika orang tidak memiliki kapasitas, keterampilan, kelembagaan, infrastruktur, dan sumber daya untuk mempersiapkan, mengurangi, atau mengatasi dampaknya. Tidak hanya itu, kemiskinan, eksklusi, dan marginalisasi, serta buruknya tata kelola dan kurangnya investasi di bidang pendidikan, pertanian, dan pembangunan akan meningkatkan kerentanan masyarakat terhadap berbagai jenis bahaya dan risiko. Dengan kata lain, terdapat poin penting yang harus diperhatikan dalam suatu rangkaian bencana, yaitu sektor penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana.

Secara umum, terdapat tiga jenis bencana, yaitu:

1.     Bencana yang disebabkan faktor alam: kejadian bahaya atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam. Contoh kejadian bencana karena faktor alam adalah sebagai berikut:

a.   Gempa bumi: getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif, aktivitas gunung api atau runtuhan batuan.

b.     Letusan gunung api: bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal dengan istilah "erupsi". Bahaya letusan gunung api dapat berupa awan panas, lontaran material (pijar), hujan abu lebat, lava, gas racun, tsunami dan banjir lahar.

c.    Tsunami: berasal dari bahasa Jepang yang berarti gelombang ombak lautan ("tsu" berarti lautan, "nami" berarti gelombang ombak). Tsunami adalah serangkaian gelombang ombak laut raksasa yang timbul karena adanya pergeseran di dasar laut akibat gempa bumi.

d.     Tanah longsor: salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng.

e.     Banjir: peristiwa atau keadaan di mana terendamnya suatu daerah atau daratan karena volume air yang meningkat.

f.     Banjir bandang: banjir yang datang secara tiba-tiba dengan debit air yang besar yang disebabkan terbendungnya aliran sungai pada alur sungai.

g.     Kekeringan: ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan. Adapun yang dimaksud kekeringan di bidang pertanian adalah kekeringan yang terjadi di lahan pertanian yang ada tanaman (padi, jagung, kedelai dan lain-lain) yang sedang dibudidayakan .

h.     Kebakaran: situasi di mana bangunan pada suatu tempat seperti rumah/pemukiman, pabrik, pasar, gedung dan lain-lain dilanda api yang menimbulkan korban dan/atau kerugian.

i.   Kebakaran hutan dan lahan: suatu keadaan di mana hutan dan lahan dilanda api, sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan lahan yang menimbulkan kerugian ekonomis dan atau nilai lingkungan. Kebakaran hutan dan lahan seringkali menyebabkan bencana asap yang dapat mengganggu aktivitas dan kesehatan masyarakat sekitar.

j.   Angin puting beliung: angin kencang yang datang secara tiba-tiba, mempunyai pusat, bergerak melingkar menyerupai spiral dengan kecepatan 40-50 km/jam hingga menyentuh permukaan bumi dan akan hilang dalam waktu singkat (3-5 menit).

k.     Gelombang pasang atau badai: gelombang tinggi yang ditimbulkan karena efek terjadinya siklon tropis di sekitar wilayah Indonesia dan berpotensi kuat menimbulkan bencana alam. Indonesia bukan daerah lintasan siklon tropis tetapi keberadaan siklon tropis akan memberikan pengaruh kuat terjadinya angin kencang, gelombang tinggi disertai hujan deras.

l.       Abrasi: proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak. Abrasi biasanya disebut juga erosi pantai. Kerusakan garis pantai akibat abrasi ini dipicu oleh terganggunya keseimbangan alam daerah pantai tersebut. Walaupun abrasi bisa disebabkan oleh gejala alami, namun manusia sering disebut sebagai penyebab utama abrasi.

2.     Bencana yang disebabkan faktor non alam: kejadian bahaya atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh non alam berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Contoh lain dari kejadian bencana karena faktor non alam adalah sebagai berikut:

a.     Kecelakaan transportasi: kecelakaan moda transportasi yang terjadi di darat, laut dan udara.

b.    Kecelakaan industri: kecelakaan yang disebabkan oleh dua faktor, yaitu perilaku kerja yang berbahaya (unsafe human act) dan kondisi yang berbahaya (unsafe conditions). Adapun jenis kecelakaan yang terjadi sangat bergantung pada macam industrinya, misalnya bahan dan peralatan kerja yang dipergunakan, proses kerja, kondisi tempat kerja, bahkan pekerja yang terlibat di dalamnya.

c.     Kejadian Luar Biasa (KLB): timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004.

3.     Bencana yang disebabkan oleh faktor sosial: kejadian bahaya atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror. Contoh lain dari kejadian bencana karena faktor sosial adalah sebagai berikut:

a.    Konflik sosial atau kerusuhan sosial atau huru hara: suatu gerakan massal yang bersifat merusak tatanan dan tata tertib sosial yang ada, yang dipicu oleh kecemburuan sosial, budaya dan ekonomi yang biasanya dikemas sebagai pertentangan antar suku, agama, ras (SARA).

b.    Aksi teror: aksi yang dilakukan oleh setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan sehingga menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat masal, dengan cara merampas kemerdekaan sehingga mengakibatkan hilangnya nyawa dan harta benda, mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik internasional.

c.   Sabotase: tindakan yang dilakukan untuk melemahkan musuh melalui subversi, penghambatan, pengacauan dan/ atau penghancuran. Dalam perang, istilah ini digunakan untuk mendeskripsikan aktivitas individu atau grup yang tidak berhubungan dengan militer, tetapi dengan spionase. Sabotase dapat dilakukan terhadap beberapa struktur penting, seperti infrastruktur, struktur ekonomi, dan lain-lain