Diterbitkan pada | Rabu, 20 September 2023
Peristiwa 7 September 2023 di Rempang dan 11 September 2023 di Batam
mengakibatkan situasi darurat kemanusiaan bagi masyarakat di enam belas kampung
Melayu Tua. Mereka mengalami gangguan untuk mendapat hak atas rasa aman, hak
untuk mendapatkan layanan publik (seperti layanan kesehatan, pendidikan) hingga
hak untuk memenuhi kehidupannya secara layak. Situasi yang menggambarkan, mereka berada di bawah ancaman kehilangan hak dasar sekaligus hak konstitusionalnya.
Selain berada di bawah bayang ancaman di atas, masyarakat di enam belas kampung
Melayu Tua di Pulau Rempang, Pulau Galang dan Pulau Galang Baru juga
mengalami guncangan traumatis. Guncangan yang mengakibatkan masyarakat khawatir
untuk melakukan aktivitas secara tenang dan damai.
Situasi ini jelas menggambarkan, masyarakat di enam belas kampung Melayu
Tua di Pulau Rempang, Galang, dan Galang Baru membutuhkan dukungan, sekaligus
solidaritas nasional. Dukungan dan solidaritas ini akan membuat mereka tidak
merasa sendiri dan tetap kuat menghadapi tekanan ini. Sehingga, beragam ancaman
seperti keterbatasan ketersediaan pangan, ketersediaan layanan kesehatan dan pendidikan,
pemulihan dari situasi traumatis, dan pemenuhan atas kebutuhan dasar spesifik lainnya
bagi perempuan, misalnya Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi, hak untuk anak agar
dapat tumbuh dan berkembang secara aman dan nyaman dapat di atasi dengan baik. Dalam
jangka Panjang, mereka mendapatkan kembali pemenuhan hak dasar dan hak
konstitusionalnya.
Apabila dilihat ke belakang, situasi krisis yang terjadi
saat ini tidak dapat dilepaskan dari keputusan Negara yang menerbitkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7
Tahun 2023 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional. Peraturan yang
terbit pada 28 Agustus 2023 tersebut menentukan ada satu proyek raksasa yang
akan dibangun di Pulau Rempang. Proyek Strategis Nasional yang bernama Rempang Eco-City, proyek yang tidak
pernah melibatkan dan memperhatikan suara rakyat, khususnya masyarakat di enam belas kampung Melayu Tua. Artinya, proyek ini disahkan tanpa melalui konsultasi dan partisipasi publik secara bermakna. Peraturan ini menyebabkan masyarakat berada di bawah risiko kehilangan hak ekonomi, sosial, budaya yang melekat pada mereka selaku warga negara Republik Indonesia.
Berangkat dari situasi di atas, kami menyatakan dukungan dan solidaritas dengan membentuk Posko Kemanusiaan untuk Rempang di Jakarta dan Pulau Rempang. Posko ini merupakan sebuah upaya kemanusiaan secara koelktif untuk saling menjaga dan mengasuh sesama warga negara.
Kami yang menginisiasi Posko Solidaritas untuk Rempang, Dompet
Dhuafa, LHKP Muhammadiyah, LBH APIK, YAPPIKA, Yayasan Pulih, Solidaritas
Perempuan, Gusdurian, Lokadaya, YLBHI, LBH Pekanbaru, WALHI Nasional, dan WALHI
Riau juga mengundang seluruh jaringan masyarakat sipil untuk menjadi bagian
dalam solidaritas ini.
Lokasi
posko ini akan berada di Kantor LHKP PP Muhammadiyah, Gedung Pusat Dakwah PP Muhamadiyah Jalan Menteng Raya Nomor 62, Jakarta.
Demikian pengumuman Pembentukan
Posko Kemanusiaan Untuk Rempang.
Jakarta, 15
September 2023