Diterbitkan pada | Rabu, 31 Mei 2023
Satu dari tiga anak mengalami stunting (mengalami penurunan tingkat pertumbuhan pembangunan manusia), Indonesia berada di peringkat ke-5 dalam hal kasus stunting global. Selain itu, lebih dari 2 juta anak Indonesia berusia di bawah lima tahun mengalami kekurangan gizi. Di antara provinsi-provinsi di Indonesia, rasio stunting di Jawa Timur adalah salah satu yang tertinggi (44,1%) dengan Kabupaten Jember, khususnya, sebagai penyumbang terbesar dengan 80.3591 kasus stunting pada tahun 2013. Meskipun rasio stunting di Jawa Timur menurun menjadi 26,8% pada tahun 2019, stunting di Kabupaten Jember masih tergolong tinggi yaitu 37,9% (67.070 anak2). Oleh karena itu, Jember merupakan salah satu dari 100 kabupaten yang menjadi prioritas pemerintah pusat dalam upaya pemberantasan stunting. YAPPIKA-ActionAid bersama dengan Yayasan Prakarsa Swadaya Masyarakat (YPSM) di Jember serta dukungan Philips Indonesia dan Fondation Botnar kami mengimplementasikan Program MUTIARA (Meningkatkan Nutrisi dan Akses Kesehatan Bagi Ibu, Anak, dan Remaja) dengan lima intervensi program telah dilaksanakan: (1) penyadaran dan edukasi mengenai stunting, (2) berkebun untuk menanam tanaman pangan di pekarangan keluarga, (3) edukasi mengenai pengawetan makanan yang sehat, (4) advokasi anggaran desa untuk mendapatkan lebih banyak dukungan terhadap makanan tambahan. untuk balita, dan (5) penguatan jaringan antara Posyandu dan pemerintah kabupaten.
Tim YAPPIKA-ActionAid berkesempatan mengunjungi dan mendokumentasikan kerja-kerja kader kesehatan ibu dan anak pada Program MUTIARA (Meningkatkan Nutrisi dan Akses Pelayanan Kesehatan bagi Ibu, Anak dan Remaja) di Kabupaten Jember pada akhir Maret lalu. Kami mengikuti proses pembuatan dan pengantaran makanan tambahan untuk anak di bawah tiga tahun di salah satu desa pada Kecamatan Silo, Jember. Butuh waktu sekitar satu setengah jam dari Kota Jember menuju Kecamatan Silo.
Hamparan pemandangan hijau dan semerbak harum biji kopi yang dijemur menyambut kami, menandai sedikit lagi kami akan sampai di desa tujuan. Melewati jalan yang berbatu dan sedikit menanjak, akhirnya kami tiba di rumah kader Posyandu yaitu Jamila (36 tahun) sekitar pukul 10 pagi.
Saat itu Jamila dan beberapa kader Posyandu lainnya sudah selesai memasak dan sedang menyiapkan kotak-kotak makanan untuk diisi dengan makanan tambahan. "Sebagai kader dan seorang ibu, saya senang menyiapkan makanan tambahan untuk batita di desa ini. Saya dan kader lain berharap desa kami bebas dari anak stunting atau ibu hamil yang Kekurangan Energi Kronik (KEK)," jelas Jamila dengan semangat.
Seusai menyiapkan kotak-kotak makanan tambahan, kami mengikuti Jamila ke rumah W, salah satu batita sasaran Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dan berbincang dengan orang tuanya, Ibu E. Siang itu kami semua disambut dan berbincang di depan halaman rumah Ibu E tentang pengalaman batita W setelah hampir sebulan mengonsumsi makanan tambahan.
"Sebelum Pemberian Makanan Tambahan (PMT) anak saya memiliki berat 9,3 kg, setelah diberikan PMT kini beratnya 9,5 kg," ucap Ibu E.
Kami juga bertanya tentang akses kesehatan untuk ibu dan anak yang dirasakan Ibu E. "Saya cukup rutin memeriksa kandungan ke Posyandu. Ketika saya melahirkan W, dia tidak menangis. Saya melahirkannya di dalam ambulans menuju rumah sakit yang berjarak sekitar 1 jam perjalanan, di usia kandungan 7 bulan dan kondisi jantung W yang lemah. Bulan ini W sudah berusia 2 tahun 3 bulan," jelas Ibu E.
W berusia 2 tahun, merupakan anak kedua Ibu E. Kakak perempuan W bernama I kini berusia 8 tahun. "I juga lahir ketika berusia 7 bulan di kandungan dengan lemah jantung juga," lanjut Ibu E.
Ibu E menikah saat usianya 16 tahun. "Di desa memang banyak yang menikah muda, namun sekarang sudah berkurang," tutupnya.
Ditulis oleh Gabrella Sabrina (Communication Officer, YAPPIKA-ActionAid)