Pertemuan Mitra Program Sekolah Aman: Perlunya Menilik Kembali Perjalanan dan Pencapaian Program

Diterbitkan pada | Senin, 03 Agustus 2020

Perlu menilik kembali perjalanan dan pencapaian program Sekolah Aman, merencanakan program Sekolah Aman tahun 2017, serta meningkatkan kapasitas organisasi mitra program Sekolah Aman dalam bidang Fotografi. Selain itu mendiskusikan inovasi-inovasi program, mengemas strategi kampanye atas capaian-capaian kerja advokasi, dan menyusun panduan untuk publikasi program. Demikian poin-poin penting tujuan kegiatan Pertemuan Mitra Program Sekolah Aman YAPPIKA-ActionAid dan Pelatihan Fotografi yang diselenggarakan pada 18 – 20 Januari 2017 di Hotel Blue Sky, Jakarta. Pertemuan mitra tersebut dihadiri oleh 3 organisasi mitra Program Sekolah Aman yaitu KOPEL Indonesia, PATTIRO Banten, dan Bengkel APPeK, tim program YAPPIKA-Action Aid yaitu Direktur Eksekutif, Divisi Advokasi, serta tim fundraising YAPPIKA-Action Aid, dengan fasilitator Yulius Hendra. Pada hari ketiga, diberikan pelatihan fotografi dengan pelatih fotografer profesional Adrian Mulya.

Dalam presentasi tentang review dan refleksi perjalanan program Sekolah Aman di Kabupaten Serang, Banten Ari Setiawan dari Pattiro Banten menyampaikan bahwa sejak berjalannya program pada Agustus 2016, program Sekolah Aman telah membuat pencapaian-pencapaian penting. Alokasi anggaran untuk rehab 2 sekolah yang didampingi (SDN Sampang dan SDN Periuk), alokasi APBD untuk rehab meningkat dari Rp. 14 Milyar pada 2016 menjadi Rp. 45 Milyar pada 2017, serta terbentuknya forum lintas sektor untuk mengawasi proses rehab di 2 sekolah dampingan merupakan capaian penting yang berhasil dilakukan. Lebih lanjut,Pattiro Banten mengutarakan bahwa rehab dengan sistem swakelola lebih baik dibandingkan menggunakan kontraktor, dan keterlibatan masyarakat khususnya yang menjadi korban sekolah rusak, dewan pendidikan, dan media efektif untuk mendorong respons cepat pemerintah terhadap isu.

Sementara itu, Sumarlin dari KOPEL Indonesia mengatakan sejak berjalannya program Sekolah Aman di Kabupaten Bogor pada Agustus 2017, capaian dari hasil kerja advokasi adalah alokasi anggaran untuk rehab dan pembangunan  toilet di SDN Leuwibatu, Tambilung dan Sirna Asih alokasi rehab dan RKB (Ruang Kelas Baru) dalam APBD meningkat dari Rp. 140,7 Milyar pada 2016 menjadi Rp. 206 Milyar pada 2017, perubahan proporsi anggaran untuk fokus ke infrastruktur (belanja modal), terbentuknya 2 komunitas warga, serta terbentuknya jaringan media yang menjadi mitra untuk program.


Paparan selanjutnya adalah Alfred Ena Mau dari Bengkel APPeK yang menyampaikan bahwa kegiatan untuk program Sekolah Aman di Kabupaten Kupang baru terealisasi pada November 2016. Dalam waktu yang tidak longgar tersebut, program Sekolah Aman di Kabupaten Kupang telah berhasil menyusun rancangan policy brief, serta berjalannya diskusi komunitas sekolah yang terdiri dari unsur sekolah, komite sekolah, orang tua murid, serta pemerintah desa, di 2 sekolah yang didampingi (SDN Tatelek, SDN Batu Esa). Bengkel APPeK menambahkan adanya praktik baik selama pelaksanaan program Sekolah Aman diantaranya adalah dukungan dari Pemerintah Desa Manusak dengan mengusulkan rehab sekolah dan ruang kelas SDN Tatelek untuk masuk dalam RPJM Desa Manusak melalui forum musrenbang.

 

Sementara itu Muhammad Alfisyahrin, divisi advokasi YAPPIKA-ActionAid menambahkan capaian-capaian penting program Sekolah Aman lainnya adalah telah berhasil membangun kanal pengaduan yang terintegrasi dengan sistem LAPOR! Yang dikelola oleh Kantor Staf Presiden (KSP), mendapatkan komitmen Waka Komisi X untuk mendorong Perpres Percepatan Sekolah Rusak, serta pemberitaan media lokal mengenai program Sekolah Rusak di 56 berita dan 1 artikel opini.


Perubahan sumber pendanaan program menuntut model akuntabilitas yang berbeda pula. Sri Indiyastutik, Direktur Fundraising YAPPIKA-ActionAid menyampaikan tantangan terbesarnya adalah pada kemampuan menampilkan perubahan-perubahan yang dihasilkan oleh kerja-kerja advokasi kepada publik agar memperoleh kepercayaan dan dukungan yang lebih besar dari publik. Konsekuensinya adalah informasi yang diberikan (substansi, visual) harus akurat, bahasa yang sederhana, serta mampu menggugah empati publik. Lebih lanjut Tuti mengutarakan penyampaian informasi secara reguler pada publik bukan sekedar pertanggunggugatan pada publik yang mendonasikan sumber dayanya, lebih jauh publik, khususnya donatur, merupakan subyek yang penting dan merupakan bagian dari perubahan.

Saat ini merupakan momentum yang menandai proses evolusi YAPPIKA menjadi lembaga yang berbeda, yang sedang membangun upaya kemandirian pendanaan dengan membangun kepercayaan lebih besar pada publik (warga) sehingga publik dapat mendukung kerja-kerja YAPPIKA. Demikian pernyataan dari Hendrik Rosdinar, Manajer Advokasi, Riset & Kampanye YAPPIKA-ActionAid. Lanjutnya, saat ini YAPPIKA-ActionAid memiliki mesin fundraising yang tidak hanya digunakan oleh YAPPIKA-ActionAid namun juga oleh organisasi masyarakat sipil (OMS) lain dalam skema kerja sama program. Pilihan ini digunakan oleh YAPPIKA-ActionAid untuk memperkuat (organisasi) masyarakat sipil dan tumbuh berkembang bersama. Harapan ke depan YAPPIKA-ActionAid dengan mesin fundraising yang dimilikinya dapat menjadi rumah bersama bagi seluruh masyarakat sipil, serta memiliki etalase untuk menampilkan karya-karya masyarakat sipil di Indonesia.



Tag :