Diterbitkan pada | Selasa, 04 Agustus 2020
Hasil Indeks Masyarakat Sipil tahun 2009 menemukan bahwa potret pelaksanaan desentralisasi di 16 kabupaten di Indonesia baru mengarah pada terjadinya political equality. Hal ini diantaranya ditunjukkan dari hal-hal berikut ini: sebagian besar perubahan yang terjadi mencerminkan kondisi yang memberikan kesempatan besar kepada masyarakat untuk mengekspresikan hak-hak sipil dan politiknya, baik dalam hal pembentukan organisasi dan pengembangan jaringan di antara organisasi-organisasi tersebut, maupun aksi-aksi yang dilakukan oleh aktor masyarakat sipil. Pemerintah daerah tidak lagi membatasi kerja-kerja yang dilakukan oleh organisasi masyarakat sipil (OMS).
Berbagai OMS dapat melakukan kegiatan hingga ke tingkat desa untuk meningkatkan partisipasi masyarakat di pedesaan, termasuk peningkatan partisipasi kelompok-kelompok perempuan dan masyarakat miskin. Keberadaan OMS pun semakin diapresiasi dan dilibatkan dalam proses-proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh kalangan pemerintah daerah, seperti terlibat dalam proses penyusunan RPJMDes maupun Musrenbang. Kualitas kemitraan antara OMS dengan kalangan pemerintah pun semakin meningkat, sehingga banyak masukan dari OMS yang diakomodasikan dalam kebijakan-kebijakan pemerintah daerah.
Sementara itu, dua aspek desentralisasi lainnya, yaitu local responsiveness dan local accountability minim disampaikan oleh para peserta lokakarya dalam proses penilaian IMS. Hal ini dapat mencerminkan relatif kecilnya perubahan yang terjadi dibandingkan dengan aspek political equality. Perubahan yang teridentifikasi masih sebatas upaya-upaya yang dilakukan OMS untuk terjadinya akuntabilitas dan pelayanan yang prima kepada masyarakat, namun belum diikuti oleh praktek-praktek nyata yang dilakukan oleh Pemda. Meskipun beberapa kebijakan nasional sudah mengarah pada reformasi birokrasi dan good governance, tetapi masih belum diimplementasikan di daerah.