HRWG: Negara Gagal Lindungi Warga, Polisi Brutal, Demokrasi Indonesia Terancam Runtuh

Diterbitkan pada | Jumat, 29 Agustus 2025

SIARAN PERS

HRWG: Negara Gagal Lindungi Warga, Polisi Brutal, Demokrasi Indonesia Terancam Runtuh

[Jakarta, 29 Agustus 2025] Organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Advokasi HAM Internasional (HRWG) mengecam keras tindakan sewenang-wenang aparat kepolisian yang mengabaikan kewajiban negara dalam melindungi warga pada aksi demonstrasi di depan Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta Pusat, Kamis, 28 Agustus 2025. Dalam peristiwa tersebut, sedikitnya 600 orang ditangkap, sejumlah peserta aksi mengalami luka-luka, 2 jurnalis terluka dan 1 orang meninggal akibat kekerasan yang dilakukan oleh Kepolisian Republik Indonesia. Fakta ini menunjukkan pola penggunaan kekuatan berlebihan yang tidak sejalan dengan prinsip demokrasi maupun penghormatan terhadap hak asasi manusia.

HRWG menilai bahwa kekerasan aparat bertentangan dengan Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang menegaskan bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat tanpa gangguan, termasuk kebebasan mencari, menerima, dan menyampaikan informasi/ide dengan cara apa pun.” Lebih jauh lagi, tindakan tersebut juga melanggar rekomendasi Komite Hak Sipil dan Politik PBB (CCPR) yang dalam pengamatan terbarunya (CCPR/C/IDN/CO/2, 28 Maret 2024) menyatakan keprihatinan mendalam atas pola pelecehan, intimidasi, pengawasan, dan penggunaan kekuatan berlebihan terhadap pengunjuk rasa damai, mahasiswa, akademisi, serikat buruh, serta anggota masyarakat sipil di Indonesia. HRWG juga menyayangkan negara gagal melindungi hak konstitusional warga untuk menyatakan pikiran dan sikap, sebagaimana yang telah dijamin oleh UUD 1945 sebagai hukum tertinggi di negara ini.

Prinsip dasar dalam UN Basic Principles on the Use of Force and Firearms dengan jelas menegaskan bahwa penggunaan kekuatan oleh aparat harus berlandaskan legalitas, kebutuhan, proporsionalitas, dan akuntabilitas. Penggunaan gas air mata, tembakan, atau bentuk penanganan agresif lainnya tanpa adanya ancaman nyata adalah pelanggaran terhadap prinsip tersebut, serta bertentangan dengan standar internasional yang wajib dipatuhi oleh Indonesia sebagai anggota PBB dan negara pihak pada Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR).

Koalisi menekankan bahwa pembiaran terhadap praktik represif aparat bukan hanya melanggar hukum internasional dan konstitusi, tetapi juga merusak ruang kebebasan sipil dan mengikis kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi. Negara seharusnya hadir untuk menjamin keselamatan warga negara saat menggunakan hak konstitusionalnya untuk berkumpul dan menyampaikan pendapat, bukan justru menjadi aktor utama pelanggaran HAM. Atas dasar itu, HRWG menuntut:

  1. Presiden Indonesia memerintahkan Polri untuk tidak melakukan tindakan represif dalam menghadapi demonstran serta memastikan adanya investigasi independen, transparan, dan akuntabel atas peristiwa 28 Agustus 2025, termasuk memberikan pemulihan bagi korban.
  2. Kepolisian Republik Indonesia segera menghentikan praktik represif dalam penanganan demonstrasi dan memastikan seluruh tindakannya sesuai dengan standar internasional hak asasi manusia, sekaligus memecat dan mengadili aparat yang terbukti melakukan kekerasan bahkan menghilangkan nyawa demonstran serta segera membebaskan 600 demonstran yang masih ditahan.
  3. DPR RI dan lembaga negara terkait melakukan pengawasan ketat terhadap aparat penegak hukum agar menjamin penghormatan terhadap kebebasan sipil sesuai konstitusi dan kewajiban internasional Indonesia.
  4. Komnas HAM dan lembaga pengawas lainnya untuk segera melakukan investigasi independen dan proaktif serta segera mengeluarkan rekomendasi tindak lanjut yang mengikat atas dugaan pelanggaran HAM, termasuk extra-judicial killing dalam insiden penabrakan pengemudi ojek online oleh kendaraan Brimob saat demonstrasi di Jakarta. Selain itu, kami mendesak Komnas HAM memantau dan menilai tindakan pemerintah maupun kepolisian yang memberikan kontrol berlebihan atas media sosial selama aksi, karena hal itu merupakan pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi, hak atas informasi, dan partisipasi publik yang dijamin UUD 1945 serta ICCPR.

HRWG menegaskan bahwa ruang demokrasi hanya dapat terjaga apabila negara menghormati, melindungi, dan memenuhi hak warga untuk menyampaikan pendapat secara damai. Setiap bentuk pembiaran terhadap kekerasan aparat hanyalah jalan mundur bagi demokrasi Indonesia. Dan HRWG menolak segala bentuk agenda-agenda militerisasi.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Advokasi HAM Internasional (HRWG):
Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
Arus Pelangi
Asosiasi LBH APIK Indonesia
ELSAM
Gaya Nusantara
Gerakan Perjuangan Anti Diskriminasi (GANDI)
Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI)
IMPARSIAL
Indonesian Legal Resource Center (ILRC)
INFID
Institute for Ecosoc Rights
Jaringan Advokasi Tambang (JATAM)
Kalyanamitra
Koalisi Perempuan Indonesia (KPI)
LBH Banda Aceh
LBH Jakarta
LBH Pers
Migrant Care
Mitra Perempuan
Perhimpunan Badan Hukum Indonesia (PBHI)
Perkumpulan HuMa
Relawan Perempuan untuk Kemanusiaan (RPUK) Aceh
Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI)
SETARA Institute
SKPKC Fransiskan Papua
Solidaritas Perempuan (SP)
Trade Union Rights Centre (TURC)
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)
YAPPIKA
Yayasan Pulih
Yayasan LBH Indonesia (YLBHI)