Diterbitkan pada | Jumat, 14 Maret 2025
Mengapa Koalisi Kebebasan Berserikat Masih Relevan?
Demokrasi di negeri ini terus menerus ditempa oleh berbagai tantangan.
Cita-cita pasca-Reformasi 1998 perlahan diwujudkan dengan menimbulkan kesadaran
politik meskipun acap kali didangkalkan hanya sebagai pesta demokrasi lima
tahunan. "Masih aman kan untuk bersuara?" menjadi kalimat pamungkas
untuk meniadakan upaya pembungkaman yang dilakukan oleh pemerintah.
Kini, kekuasaan memanfaatkan prosedur demokrasi untuk mempertahankan
dominasi dan di saat yang bersamaan semakin membatasi ruang kebebasan bagi
masyarakat sipil. Kita tidak bisa menutup mata pada berbagai regulasi represif
digunakan untuk membungkam suara kritis. UU Ormas, misalnya, menjadi alat
legitimasi untuk membubarkan organisasi yang dianggap bertentangan dengan
ideologi Pancasila. UU ITE, RUU TNI, dan RUU POLRI juga termasuk regulasi yang
melemahkan pergerakan. Tidak berhenti di level organisasi, serangan-serangan
pada individu pun diluncurkan. Kekerasan terhadap aktivis dan pembela HAM hingga
upaya kriminalisasi dilanggengkan untuk memenuhi kepentingan segelintir,
sementara partisipasi warga dalam proses politik semakin terpinggirkan.
Akibatnya, ruang kebebasan sipil pun menyempit.
Di tengah kondisi ini, Koalisi Kebebasan Berserikat (KKB) tidak hanya
relevan, tetapi juga menjadi wadah untuk mempertahankan dan memperjuangkan
demokrasi yang substantif. Dengan HAM sebagai landasan bersama untuk menyatukan
ragam gerakan sosial, KKB berkonsolidasi untuk melawan musuh bersama. Semangat
ini dibangkitkan kembali pada 21-22 Januari 2025 melalui Workshop Penyusunan
Rencana Strategis Koalisi Kebebasan Berserikat yang dihadiri oleh perwakilan 42
organisasi masyarakat sipil.
Kekuatan yang Harus Dikembangkan
Meski diterpa berbagai kenyataan, KKB memiliki berbagai aset gerakan.
Dimulai dari kapasitas SDM yang mumpuni di berbagai isu, akademisi progresif
yang aktif bersuara, kehadiran media alternatif dan media komunitas yang
menjadi corong amplifikasi isu-isu kebebasan sipil, ruang digital untuk
mobilisasi dan memperluas dampak, hingga SOP safeguard untuk menjamin
keberlanjutan gerakan. Aset-aset ini harus dikelola dengan baik agar KKB dapat
terus bergerak secara efektif.
Di balik itu, KKB juga perlu berbenah diri dalam pengorganisasian agar
regenerasi terjadi dan menciptakan ruang bagi lebih banyak orang muda. Ragam
gerakan sosial yang diusung kadang terjebak dalam egosektoral berdasarkan fokus
masing-masing organisasi hingga pada akhirnya organisasi bekerja dalam silo,
alih-alih bekerja untuk gerakan yang lebih luas. Lalu yang menjadi momok hingga
hari ini, struktur pendanaan yang sering kali bergantung pada donor menimbulkan
kerentanan sumber daya untuk keberlanjutan kerja organisasi maupun koalisi.
Masalah-masalah internal ini perlu segera diatasi agar KKB bisa berkembang dan
relevan.
Langkah ke Depan
Strategi yang komprehensif dan penguatan kapasitas internal jaringan
masyarakat sipil menjadi prioritas yang dibahas pada akhir Januari lalu,
meliputi:
Harapannya, strategi dan penguatan kapasitas ini dapat mendukung kerja-kerja KKB untuk mewujudkan kebebasan sipil yang terawat, aman, dan inklusif. Koalisi ini juga berupaya membangun pembela HAM dan organisasi masyarakat sipil (OMS) yang resilien, bersolidaritas, dan berkelanjutan. Dengan cita-cita ini, KKB bisa menjadi motor penggerak perubahan. Perjuangan untuk kebebasan berserikat, berkumpul, dan berekspresi adalah perjuangan untuk masa depan demokrasi yang tidak boleh berhenti.