PELUANG DAN TANTANGAN KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI PEMILU

Diterbitkan pada | Selasa, 04 Agustus 2020

Pengalaman Pemilu 2009 memberikan banyak pembelajaran akan pentingnya prinsip keterbukaan informasi penyelenggaraan Pemilu. Banyak informasi akan data-data penting yang seharusnya disampaikan atau setidaknya dapat diakses dengan mudah baik oleh peserta pemilu maupun pemantau seperti data hasil verifikasi KPU, peraturan-peraturan yang dikeluarkan KPU, daftar Pemilih, dan bahkan hasil pemilu tidak terpublikasi bahkan tidak terdokumentasi dengan baik. Persoalan ini yang kemudian mendorong munculnya keraguan akan legitimasi proses dan hasil Pemilu oleh banyak kalangan.

Mengingat pentingnya isu tersebut di atas, YAPPIKA dan IPC (Indonesian Parliamentary Center) mengadakan diskusi media “Peluang dan Tantangan Keterbukaan Informasi Publik di Pemilu 2014” pada hari Kamis, 19 April 2012 di Bakoel Koffie Cikini.

Dalam diskusi ini hadir sebagai pembicara Ahmad Alamsyah Saragih (Komisi Informasi Pusat) dan August Mellaz (Praktisi Pemilu). Acara ini dihadiri oleh berbagai perwakilan media dan organisasi masyarakat sipil lain yang mempunyai kepedulian terhadap isu keterbukaan informasi dalam pemilu.

August Mellaz memaparkan beberapa hal dalam pemilu yang perlu diawasi terkait dengan isu keterbukaan informasi, yaitu di antaranya: sumber data (otentifikasi), akurasi data, akses publik terhadap data, dan standar atau protokol akses data di lembaga penyelenggara pemilu. Sedangkan dari draft final RUU Pemilu Legislatif per tanggal 12 April 2014, hal-hal yang perlu terjamin keterbukaan informasinya untuk menjamin pelaksanaan Pemilu 2014 yang jujur, adil dan bersih adalah data kependudukan untuk alokasi kursi DPR, DPRD Prop, dan DPRD Kab/Kota, dana Kampanye, pengadaan barang dan Jasa (7 barang), informasi terkait tempat pemungutan suara, penghitungan suara dan penetapan hasil suara, dan perhitungan perolehan suara- kursi partai politik dan penetapan calon terpilih.

Sedangkan Alamsyah Saragih lebih menekankan pada kaitan antara isu-isu krusial pemilu yang memang perlu terbuka kepada publik. Salah satunya yaitu bahwa KPU harus mencabut Peraturan KPU No. 75 tentang pemusnahan surat suara. Kpu bisa melanggar UU Kebebasan Informasi Publik yang terkait dengan penghilangan arsip. Seharusnya surat suara disimpan paling tidak selama lima tahun setelah pemilu selesai, untuk memudahkan pengecekan jika ada sengketa atau berbagai dugaan kecurangan. Beliau juga menekankan tentang perlunya KPU dan Bawaslu membuat sistem pelayanan informasi yang baik, karena dokumen pemilu merupakan dokumen publik dan masyarakat berhak untuk mengaksesnya. KIP sendiri sudah bersedia bekerja sama dengan KPU untuk pembangunan sistem ini.

Dokumen terkait pemilu yang penting agar dibuka kepada publik terutama hasil audit dana kampanye dan hasil rekam medic kandidat. Data rekam medic memang bersifat pribadi, tapi jika yang bersangkutan sudah menjadi pejabat publik, maka sifatnya pun menjadi informasi publik yang bebas untuk diakses oleh masyarakat.(TS)

Tag :